MAKALAH
PENGEMBANGAN PEMAHAMAN
MENGENAI MATERI
BHINEKA TUNGGAL IKA
PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN
KURIKULUM 2013
DENGAN METODE CIRC UNTUK SISWA SD
KELAS VI
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konsep Dasar PKN yang
dibina oleh Bapak Drs. Imam
Muchtar, S.H., M.Hum. dan
Bapak Fajar Surya Hutama, S.Pd., M.Pd.
MUHAMMAD
NUR FAIZ
150210204035
PROGRAM
STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN
ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya haturkan kehadirat ALLAH SWT karena telah melimpahan rahmat,
taufiq, dan inayahnya kepada saya, serta petunjuk-Nya sehingga memberikan
kemampuan dan kemudahan bagi saya dalam penyusunan makalah ini.
Didalam makalah ini saya selaku
penyusun meminta maaf karena hanya sebatas ilmu yang bisa saya sajikan, dan
makalah ini saya buat guna memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar PKN yang
dibina oleh Bpk Drs. Imam Muchtar S.H. M.Hum. dan Bpk Fajar Surya Hutama S.Pd.
M.Pd.
Saya menyadari bahwa keterbatasan
pengetahuan dan kepahaman saya mengenai Pengembangan
Pemahaman Mengenai Materi Bhineka Tunggal Ika Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Bedasarkan Kurikulum 2013 Dengan Metode CIRC Untuk Siswa Sd Kelas VI. menjadikan
keterbatasan kami pula untuk memberikan penjabaran yang lebih dalam, tentang
masalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun, selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Harapan saya, semoga makalah ini
membawa manfaat khususnya bagi saya, dan umumnya bagi si pembaca. Makalah ini
setidaknya untuk sekedar membuka cakrawala berpikir kita tentang Pengembangan Pemahaman Mengenai Materi
Bhineka Tunggal Ika Pada Mata Pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan Bedasarkan Kurikulum 2013 Dengan Metode CIRC Untuk Siswa Sd Kelas VI.
Akhir kata, saya sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah
ini, terutama kepada kedua orang tua saya dan dosen-dosen saya.
Jember,25
November 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................................... 4
1.3. Tujuan......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendidikan.................................................................................................. 5
2.1.1 Menurut Pendapat beberapa Para Ahli.................................. 6
2.1.2 Ciri-ciri wajib belajar yang diterapkan di negara maju
(compulsory education)............................................................. 7
2.1.3 Sedangkan ciri-ciri wajib belajar yang diterapkan di Indonesia
(universal primary education).................................................. 7
2.1.4 Teori-Teori yang Melandasi Pendidikan................................. 8
2.1.5 Fungsi Pendidikan..................................................................... 9
2.2 Implementasi Pendidikan........................................................................... 10
2.2.1 Implementassi kurikulum dipengaruhi oleh tiga faktor......... 12
2.3 Kurikulum 2013.......................................................................................... 13
2.3.1 Konsep Kurikulum 2013........................................................... 13
2.3.2 Studi Analisis Terhadap Implementasi Pendidikan Karakter
Dalam Kurikulum 2013........................................................... 18
2.4 Pengertian Model Pembelajaran.............................................................. 20
2.5 Bhineka Tunggal Ika.................................................................................. 21
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengembangan Pemahaman
Materi Bhineka Tungal Ika
Bedasarkan K13 Untuk SD...................................................................... 26
3.1.1 Bhinneka Tunggal
Ika dalam Model Pembelajaran
di Sekolah................................................................................... 31
3.2 Penggunaan Metode CIRC (Cooperative, Integrated, Reading,
and Composition)....................................................................................... 34
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.................................................................................................. 37
4.2 Daftar Pustaka............................................................................................ 38
BAB
I
PENDAHULUAN
I.I
Latar Belakang
Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi
pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup. Sistem
pendidikan saat ini perlu memberikan
aksentuasi pada peningkatan kualitas sumberdaya
manusia melalui pengembangan
suatu hubungan fungsional antara komponen
pendidikan dan pemangku
kepentingan (stake-holder) lainnya dalam
upaya saling memperlengkapi kekurangan.
Pendekatan ini perlu
dilakukan dalam kerangka pembangunan manusia yang memiliki orientasi yang komperhensif, yakni
pembangunan fisik material dan mental spiritual. Metode dalam
proses pembelajaran yang perlu diperhatikan
lebih lanjut dan perlu
dikembangkan demi tercapainya
hasil belajar yang
maksimal. Salah satunya adalah dengan
melakukan berbagai inovasi
pembelajaran sesuai dengan
paradigma yang menerapkan sistem pembelajaran modern. Proses
pembelajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga pendidikan,
agar dapat mempengaruhi
para siswa mencapai
tujuan 2 pendidikan yang telah
ditetapkan. Tujuan pendidikan
pada dasarnya adalah
mengantar para siswa
menuju pada perubahan-perubahan tingkah
laku, baik intelektual, moral
maupun sosial agar dapat hidup mandiri sebagai individu maupun makhluk sosial.
Terkait dengan
metode pembelajaran, menurut
pengamatan penulis dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, penggunaan model pembelajaran yang
bervariatif masih sangat rendah
dan guru cenderung
menggunakan model konvesional
pada setiap pembelajaran yang
dilakukannya. Hal ini
mungkin disebabkan kurangnya penguasaan guru terhadap
model-model pembelajaran yang ada, padahal penguasaan terhadap model-model
pembelajaran sangat diperlukan
untuk meningkatkan kemampuan
profesional guru, dan sangat sesuai dengan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 yang
mulai diberlakukan di
sekolah dasar bertujuan
untuk menghasilkan lulusan yang
kompeten dan cerdas
sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi. Hal ini hanya dapat tercapai apabila proses pembelajaran yang
berlangsung mampu mengembangkan
seluruh potensi yang dimiliki
siswa, dan siswa
terlibat langsung dalam
pembelajaran. Kurikulum 2013 yang
mulai diberlakukan di
sekolah dasar bertujuan
untuk menghasilkan lulusan yang kompeten
dan cerdas sehingga
dapat melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Hal ini hanya dapat tercapai apabila proses
pembelajaran yang berlangsung
mampu mengembangkan seluruh
potensi yang dimiliki siswa,
dan siswa terlibat
langsung dalam pembelajaran. guru perlu meningkatkan mutu pembelajarannya,
dimulai dengan rancangan pembelajaran yang baik
dengan memperhatikan tujuan,
karakteristik siswa, materi
yang diajarkan, dan sumber
belajar yang tersedia.
Kenyataannya
masih banyak ditemui
proses pembelajaran nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika yang kurang
berkualitas, tidak efisien
dan kurang mempunyai daya tarik,
bahkan cenderung membosankan,
sehingga hasil belajar
yang dicapai tidak optimal. Persoalannya adalah guru seringkali
kurang memahami bentuk-bentuk metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam
proses mengajar. Ketidak pahaman itulah membuat
banyak guru secara
praktis hanya menggunakan
metode konvensional, sehingga
banyak siswa merasa jenuh, bosan atau malas mengikuti pelajaran. Metode
konvensional tersebut bukan satu kesalahan, tetapi kalau terus-menerus dipakai
maka dapat dipastikan suasana
pembelajaran berjalan secara
monoton tanpa ada variasi. Oleh karena itu, sudah sepantasnya
guru mengembangkan metode pembelajaran yang digunakan dalam
proses pembelajaran, terlebih
lagi jika dikaitkan
dengan upaya meningkatkan hasil
belajar siswa.
Mata
pelajaran PKn pada
tingkat satuan sekolah
dasar pada dasarnya diarahkan agar
siswa memiliki penguasaan
konsep kehidupan kenegaraan. Pembelajaran PKn
seyogyanya mampu membuat siswa secara aktif mengikuti proses
belajar mengajar di
kelas, karena siswa
diberikan peluang sebesar-besarnya untuk menemukan konsep-konsep
materi pelajaran dilingkungan
sekitar mereka. Melihat kondisi tersebut,
maka, penggunaan metode
pembelajaran yang tepat
menjadi daya dukung utama
bagi guru sebagai
upaya untuk menciptakan
suasana belajar siswa secara aktif. Pada saat ini sering kita
lihat bahwa guru kelas
melaksanakan pembelajaran
konvensional tanpa mengembangkannya. Dengan
metode tersebut, menurut beberapa siswa mereka merasa jenuh, tidak
bergairah dan bosan mengikuti pelajaran, terlebih lagi terlalu
banyak tugas yang
diberikan guru. Penyebabnya
adalah guru hanya
melakukan
ceramah dan siswa sering kali disuruh membaca sendiri materi pelajaran,
kemudian diberi tugas. Kondisi
pembelajaran tersebut tentu
saja tidak bisa
dibiarkan berlangsung terus menerus.
Dengan kondisi tersebut
seharusnya guru mencari
alternatif metode
pembelajaran yang dapat
meningkatkan aktivitas pembelajaran
di kelas, dan
salah satu yang dimaksud dalam hal ini adalah metode pembelajaran (Cooperative,
Integrated, Reading, and Composition) CIRC.
Metode
pembelajaran Cooperative,
Integrated, Reading, and Composition (CIRC) merupakan model pembelajaran dalam
rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran atau,tema sebuah wacana.
Model pembelajaran Cooperative Integrated
Reading and Composition (CIRC) ini dapat dikategorikan pembelajaran terpadu.
Menurut Fogarty (1991), berdasarkan sifat keterpaduannya, pembelajaran terpadu
dapat dikelompokkan menjadi:
1) Model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan) dan model nested (terangkai);
2) Model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (urutan), model shared (perpaduan), model webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur) dan model integreted (terpadu);
3) Model dalam lintas siswa.
1) Model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan) dan model nested (terangkai);
2) Model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (urutan), model shared (perpaduan), model webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur) dan model integreted (terpadu);
3) Model dalam lintas siswa.
Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran
terpadu setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota
kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan
menyelesaikan tugas (task), sehingga terbentuk pemahaman dan pengalaman belajar
yang lama. Model pembelajaran ini terus mengalami perkembangan mulai dari
tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga sekolah menengah. Proses pembelajaran ini
mendidik siswa berinteraksi sosial dengan lingkungan.
Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan
empat pilar pendidikan yang digariskan UNESCO dalam kegiatan pembelajaran.
Empat pilar itu adalah ”belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar
untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to
be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (Learning to live together),
(Depdiknas, 2002).
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, maka Rumusan Masalahnya adalah :
1. Apa Arti Pendidikan ?
2.
Bagaimana Pendidikan menurut Para Ahli ?
3. Bagaimana ciri-ciri wajib belajar yang diterapkan di negara maju ?
4. Bagaimana ciri-ciri wajib belajar yang diterapkan di Indonesia ?
5. Bagaimana konsep dasar kurikulum 2013 ?
6. Pengembangan
Pemahaman Materi Bhineka Tungal Ika Bedasarkan
K13 Untuk SD ?
7. Bagaimanakah
cara mengembangkan pemahan mengenai nilai-nilai
dalam
Bhineka Tunggal Ika kepada siswa Sekolah Dasar melalui
metode
(Cooperative,
Integrated, Reading, and Composition) CIRC ?
1.3 TUJUAN
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan makalah ini adalah,
sebagai berikut :
Untuk mengetahui cara mengembangkan
pemahan mengenai nilai-nilai dalam Bhineka Tunggal Ika kepada siswa Sekolah
Dasar melalui metode (Cooperative, Integrated, Reading, and
Composition) CIRC.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia
untuk membina kepribadiaannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan
kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie
bararti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh
orang dewasa agar ia menjadi lebih dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan
sebagai usaha yang dijalankan oleh atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa
atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti
mental. Menurut Depdikbud (1996:93),
pembangunan pendidikan pada dasarnya adalah proses untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis, dalam proses itu ada jalinan erat antara orang yang mengajar
dan orang yang belajar. Selanjutnya proses tersebut disebut proses belajar
mengajar dan path hakikatnya dalam proses itu akan terjadi proses transformasi
nilai-nilai baru.
UUD 1945 pasal 28 mengamanatkan bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya berhak mendapatkan pendidikan dan
mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia” setiapa warga
negara berhak mendapatkan pendidikan”.Berdasarkan amanat tersebut berbagai
upaya telah dilakukan termasuk pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Tahun
yang mulai dilaksanakan pada tahun 1994.Pendidikan adalah merupakan bagian dari
upaya untuk membantu manusia memperoleh kehidupan yang bennakna hingga
diperoleh suatu kebahagiaan hidup, balk secara individu maupun kelompok.
Sebagai proses, pendidikan memerlukan sebuah sistem yang terprogram dan mantap,
serta tujuan yang jelas agar arah yang dituju mudah dicapai. Pendidikan adalah
upaya yang disengaja. Makanya pendidikan merupakan suatu rancangan dan proses
suatu kegiatan yang memiliki landasan dasar yang kokoh, dan arah yang jelas
sebagai tujuan yang hendak dicapai. (Jalaluddin, 2002:81).
Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional
yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam mendukung Sistem
Pendidikan Nasional tersebut pemerintah Indonesia telah mencanangkan Program
Wajib Belajar sejak 2 mei 1994, diselenggarakan selama 21 enam tahun di sekolah
dasar (SD) atau yang sederajat dan setara dengan SD dan tiga tahun di sekolah
menengah pertama (SMP). Namun efektivitas program ini masih patut
dipertanyakan karena masih tingginya angka putus sekolah, hal ini dimungkinkan
karena adanya perbedaan yang cukup mendasar antara wajib belajar yang diterapkan
di Indonesia dan wajib belajar yang diselenggarakan di negara maju.
2.1.1 Menurut Pendapat
beberapa Para Ahli
Beberapa pengertian
pendidikan menurut para tokoh antara lain:
1. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan
yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan
yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
2. Langeveld
Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan
kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak
agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.Pengaruh itu datangnya
dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah,
buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang
yang belum dewasa.
3. John Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara
intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia.
4. J.J. Rousseau
Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak
ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.
Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agarmenjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlakmulia, sehat
berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yangdemokratis serta
bertanggung jawab.
2.1.2 Ciri-ciri wajib
belajar yang diterapkan di negara maju
(compulsory education) adalah sebagai berikut:
a). Ada unsur paksaan agar peserta didik bersekolah
b). Diatur dengan undang-undang wajib belajar
c). Tolak ukur keberhasilan program adalah tidak adanya orang tua yang
terkena sanksi karena telah mendorong anaknya bersekolah
d). Ada sanksi bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak sekolah
2.1.3 Sedangkan ciri-ciri wajib
belajar yang diterapkan di Indonesia
(universal primary education) adalah sebagai
berikut :
a). Tidak bersifat paksaan
b). Tidak diatur dengan undang undang tersendiri
c).
Keberhasilan diukur dari angka partisipasi dalam pendidikan dasar
d). Tidak ada sanksi hukum bagi orang tua yang
membiarkan anaknya tidak bersekolah (Suwarso dan Suyoto, 1994)
Menurut UNESCO diacu dalam Suryani
(2004) ada enam pilar pembelajaran pendidikan yang direkomendasikan di abad
mendatang yang sebagian bahkan semua pilar tersebut sedang dan sudah
dipraktikan di negara maju, sedangkan di negara berkembang termasuk di
Indonesia masih lebih banyak dalam wacana. Enam pilar pendidikan tersebut
antara lain
(a) Learning to know
(b) learning to do
(c) learning to be
(d) learning to live together
(e) Learn how to learn
(f) Learning throughout life
Undang Undang No. 20 Tahun 2003
Pasal 1 Ayat (3) tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa sistem
pendidikan nasional Indonesia diartikan sebagai keseluruhan komponen pendidikan
yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
2.1.4 Teori-Teori yang
Melandasi Pendidikan
1. Teori Tabularasa (John Locke dan Francis Bacon)
Teori ini mengatakan bahwa anak
yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih yang belum
ditulisi (a sheet ot white paper avoid of all characters). Jadi, sejak
lahir anak itu tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa.Anak dapat dibentuk
sekehendak pendidiknya.Di sini kekuatan ada pada pendidik.Pendidikan dan
lingkungan berkuasa atas pembentukan anak.
Pendapat John Locke
seperti di atas dapat disebut juga empirisme, yaitu suatu aliran atau paham
yang berpendapat bahwa segala kecakapan dan pengetahuan manusia itu timbul dari
pengalaman (empiri) yang masuk melalui alat indera.
Kaum behavioris juga
berpendapat senada dengan teori tabularasa itu.Behaviorisme tidak mengakui
adanya pembawaan dan keturunan, atau sifat-sifat yang turun-temurun. Semua
Pendidikan, menurut behaviorisme, adalah pembentukan kebiasaan, yaitu menurut
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di dalam lingkungan seorang anak.
2. Teori Navitisme (Schopenhauer)
Lawan dari empirisme ialah nativisme. Nativus (latin) berarti karena
kelahiran. Aliran nativisme berpendapat bahwa tiap-tiap anak sejak dilahirkan
sudah mempunyai berbagai pembawaan yang akan berkembang sendiri menurut arahnya
masing-masing. Pembawaan anak-anak itu ada baik dan ada yang buruk. Pendidikan
tidak perlu dan tidak berkuasa apa-apa.Aliran Pendidikan yang menganut paham
nativisme ini disebut aliran pesimisme.Sedangkan yang menganut empirisme dan
teori tabularasa disebut aliran optimisme.
2.1.5 Fungsi Pendidikan
Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang
nyata (manifes) berikut:
- Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.
- Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan masyarakat.
- Melestarikan kebudayaan.
- Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi.
Fungsi laten lembaga pendidikan adalah sebagai berikut.
- Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah orang tua melimpahkan tugas dan wewenangnya dalam mendidik anak kepada sekolah.
- Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan masyarakat tentang sesuatu hal, misalnya pendidikan seks dan sikap terbuka.
- Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima perbedaan prestise, privilese, dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih tinggi atau paling tidak sesuai dengan status orang tuanya.
- Memperpanjang masa remaja. Pendidikan sekolah dapat pula memperlambat masa dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara ekonomi pada orang tuanya.
- Transmisi (pemindahan) kebudayaan.
- Memilih dan mengajarkan peranan sosial.
- Menjamin integrasi sosial.
- Sekolah mengajarkan corak kepribadian.
- Sumber inovasi sosial.
2.2 Implementasi Pendidikan
Impelentasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang
sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan
setelah perencanaaan sudah dianggap fix. Secara sederhana implementasi bisa
diartikan pelaksanaan atau penerapan. Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin dan
Usman, 2002), mengemukakan implementasi sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky
(dalam Nurdin dan Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah
perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”. Pengertian implementasi sebagai
aktivitas yang saling menyesuaikan juga dikemukakan oleh Mclaughin (dalam
Nurdin dan Usman, 2004). Adapun Schubert (dalam Nurdin dan Usman, 2002:70)
mengemukakan bahwa ”implementasi adalah sistem rekayasa.”
Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi
bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem.
Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas,
tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh
berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena
itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh obyek
berikutnya yaitu kurikulum.
Dalam kenyataannya, implementasi kurikulum menurut Fullan merupakan proses
untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan
orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan. Dalam konteks implementasi
kurikulum pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan di atas memberikan
tekanan pada proses. Esensinya implementasi adalah suatu proses, suatu
aktivitas yang digunakan untuk mentransfer ide/gagasan, program atau
harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk kurikulum desain (tertulis) agar
dilaksanakan sesuai dengan desain tersebut.
Masing-masing pendekatan itu
mencerminkan tingkat pelaksanaan yang berbeda.Dalam kaitannya dengan pendekatan
yang dimaksud, Nurdin dan Usman (2004) menjelaskan bahwa pendekatan pertama, menggambarkan implementasi itu dilakukan
sebelum penyebaran (desiminasi) kurikulum desain. Kata proses dalam pendekatan
ini adalah aktivitas yang berkaitan dengan penjelasan tujuan program,
mendeskripsikan sumber-sumber baru dan mendemosntrasikan metode pengajaran yang
diugunakan.
Pendekatan kedua, menurut Nurdin dan Usman (2002) menekankan pada fase penyempurnaan. Kata
proses dalam pendekatan ini lebih menekankan pada interaksi antara pengembang
dan guru (praktisi pendidikan). Pengembang melakukan pemeriksaan pada program
baru yang direncanakan, sumber-sumber baru, dan memasukan isi/materi baru ke
program yang sudah ada berdasarkan hasil uji coba di lapangan dan
pengalaman-pengalaman guru. Interaksi antara pengembang dan guru terjadi dalam
rangka penyempurnaan program, pengembang mengadakan lokakarya atau
diskusi-diskusi dengan guru-guru untuk memperoleh masukan. Implementasi
dianggap selesai manakala proses penyempurnaan program baru dipandang sudah
lengkap.
Sedangkan pendekatan
ketiga, Nurdin dan Usman (2002) memandang implementasi
sebagai bagian dari program kurikulum. Proses implementasi dilakukan dengan
mengikuti perkembangan dan megadopsi program-program yang sudah direncanakan
dan sudah diorganisasikan dalam bentuk kurikulum desain (dokumentasi).
Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
pelaksanaan atau penerapan. Artinya yang dilaksanakan dan diterapkan adalah
kurikulum yang telah dirancang/didesain untuk kemudian dijalankan sepenuhnya.
Kalau diibaratkan dengan sebuah rancangan bangunan yang dibuat oleh
seorangInsinyur bangunan tentang rancangan sebuah rumah pada kertas kalkirnya
maka implementasi yang dilakukan oleh para tukang adalah rancangan yang telah
dibuat tadi dan sangat tidak mungkin atau mustahil akan melenceng atau tidak
sesuai denganrancangan, apabila yang dilakukan oleh para tukang tidak sama
dengan hasil rancangan akan terjadi masalah besar dengan bangunan yang telah di
buat karenarancangan adalah sebuah proses yang panjang, rumit, sulit dan telah
sempurna darisisi perancang dan rancangan itu.
Maka implementasi kurikulum juga dituntut untuk melaksanakan sepenuhnya apa
yang telah direncanakan dalam kurikulumnya untuk dijalankan dengan segenap hati
dan keinginan kuat, permasalahan besar akan terjadi apabila yang dilaksanakan
bertolak belakang atau menyimpang dari yang telah dirancang maka terjadilah
kesia-sian antara rancangan dengan implementasi. Rancangan kurikulum dan
impelemntasi kurikulum adalah sebuah sistem dan membentuk sebuah garis lurus
dalam hubungannya (konsep linearitas) dalam arti impementasi mencerminkan
rancangan, maka sangat penting sekali pemahaman guru serta aktor lapangan lain
yang terlibat dalam proses belajar mengajar sebagai inti kurikulum untuk
memahami perancangan kurikulum dengan baik dan benar.
2.2.1 Implementassi
kurikulum setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor berikut :
a. Karakteristik
kurikulum, yang mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan
kejelasannya bagi pengguna di lapangan.
b. Strategi implementasi, yaitu strategi yang digunakan dalam
implementasi.
c. Karakteristik pengguna kurikulum, yang
meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap guru terhadap kurikulum,
serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum (curriculum planning) dalam pembelajaran.
2.3 Kurikulum 2013
Konsep kurikulum 2013 berkembang sejalan
dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan
aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Yang perlu mendapatkan penjelasan
dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Berbicara konsep kurikulum
baru 2013 sebenarnya dapat dianggap tidak membawa sesuatu yang baru. Konsep
kurikulum baru ini dinilai sudah pernah muncul dalam kurikulum yang dulu pernah
digunakan.
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Golkar, Ferdiansyah, mengatakan bahwa
konsep proses pembelajaran yang mendorong agar siswa aktif dalam kegiatan
belajar mengajar ini sebenarnya sudah diterapkan pada puluhan tahun silam
dengan nama Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Namun tinjauan penulis terkait
konsepsi kurikulum, stidaknya Ada tiga konsep tentang kurikulum 2013,
kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
Konsep kurikulum 2013
berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi
sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Yang perlu
mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Berbicara
konsep kurikulum baru 2013 sebenarnya dapat dianggap tidak membawa
sesuatu yang baru. Konsep kurikulum baru ini dinilai sudah pernah muncul dalam
kurikulum yang dulu pernah digunakan. Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi
Golkar, Ferdiansyah, mengatakan bahwa konsep proses pembelajaran yang mendorong
agar siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar ini sebenarnya sudah
diterapkan pada puluhan tahun silam dengan nama Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA). Namun tinjauan penulis terkait konsepsi kurikulum, stidaknya Ada tiga
konsep tentang kurikulum 2013, kurikulum sebagai substansi, sebagai
sistem, dan sebagai bidang studi.
2.3.1 Konsep Kurikulum 2013
Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi. Kurikulum
dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah,
atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga
dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan
ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga
dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama
antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan
masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu
sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara. Konsep ini
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konsep kurikulum sebelumnya, namun dalam
kurikulum 2013 ini lebih bertumpu kepada kualitas guru sebagai implementator di
lapangan. Pendapat ini mengemuka dalam diskusi tentang Kurikulum 2013 yang
diinisiasi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda, di Utrecht, Belanda,
beberapa waktu lalu.
Kualitas guru perlu
diperhatikan, dan guru juga tidak boleh menjadi pribadi yang malas dan berhenti
belajar,” demikian dilansir situs PPI Belanda, Senin (7/1/2013). Menurut
peserta diskusi, yakni pelajar dan masyarakat Indonesia di Utrecht, Belanda,
sistem pendidikan perlu harus mencegah terjadinya kemalasan guru akibat yang
bersangkutan telah mendapatkan sertifikasi. Mereka menilai, alangkah baiknya
jika sertifikasi guru tidak dibuat untuk seumur hidup, tetapi diperbaharui
secara berkala layaknya surat izin mengemudi (SIM). Dengan begitu, guru
selalu terpacu untuk meningkatkan kualitasnya secara berkala. Tugas guru adalah
memahami, membina, mengembangkan serta menerapkan kemampuan berkomunikasi
secara cermat, tepat dan efektif dalam proses belajar mengajar.
Satu poin positif yang
disampaikan peserta diskusi adalah langkah pemerintah yang berencana membuat
kembali buku panduan utama (babon) bagi siswa dan pedoman pengajaran bagi guru
dinilai tepat. Mereka menyarankan, buku ini juga berisi tautan elektronik
(link) tentang beragam pengetahuan tambahan yang bisa didapatkan guru dan siswa
dari internet.
Konsep kedua, adalah kurikulum 2013 sebagai suatu sistem, yaitu
sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan,
sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup
struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu
kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu
sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem
kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap danamis.
Konsep ini juga dapat
dipastikan mengalami prubahan dari konsep kurikulum yang sebelumnya, sebab
wacana pergantian kurikulum dalam sistem pendidikan memang merupakan hal yang
wajar, mengingat perkembangan alam manusia terus mengalami perubahan. Namun,
dalam menentukan sistem yang baru diharapakan para pembuat kebijakan jangan
asal main rubah saja, melainkan harus menentukan terlebih dahulu kerangka,
konsep dasar maupun landasan filosofis yang mengaturnya.
Konsep ketiga, kurikulum sebagai
suatu bidang studi yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian
para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum
sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem
kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum, mempelajari konsep-konsep
dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan
penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya
dan memperkuat bidang studi kurikulum.
Berubahnya kurikulum
KTSP ke kurikulum 2013 ini merupakan salah satu upaya untuk memperbaharui
setelah dilakukannya penelitian untuk pengembangan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan anak bangsa dan atau generasi muda. Inti dari Kurikulum 2013 ada
pada upaya penyederhanaan dan sifatnya yang tematik-integratif. Kurikulum 2013
disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi tantangan masa
depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa
depan. Titik berat kurikulum 2013 adalah bertujuan agar peserta didik atau
siswa memiliki kemampuan yang lebih baik dalam melakukan :
1.
Observasi,
2.
Bertanya (wawancara),
3.
Bernalar, dan
4. Mengkomunikasikan
(mempresentasikan) apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima
materi pembelajaran.
Adapun obyek pembelajaran dalam kurikulum 2013 adalah :
fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan
siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih
baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga
nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan
di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik. Pelaksanaan penyusunan
kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana
kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah
disepakati.
Paparan ini merupakan
bagian dari uji publik Kurikulum 2013, yang diharapkan dapat menjaring pendapat
dan masukan dari masyarakat. Rasionalitas penambahan jam pelajaran dapat
dijelaskan bahwa perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi
siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis
proses dan output) memerlukan penambahan jam pelajaran. Di banyak negara,
seperti AS dan Korea Selatan, akhir – akhir ini ada kecenderungan dilakukan
menambah jam pelajaran. Diketahui juga bahwa perbandingan dengan negara-negara
lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia relatif lebih singkat. Bagaimana
dengan pembelajaran di Firlandia yang relatif singkat. Jawabnya, di negara yang
tingkat pendidikannya berada di peringkat satu dunia, singkatnya pembelajaran
didukung dengan pembelajaran tutorial yang baik.
Penyusunan kurikulum
2013 yang menitikberatkan pada penyederhanaan, tematik-integratif mengacu pada
kurikulum 2006 yang di dalamnya ada beberapa permasalahan di antaranya:
- Konten kurikulum yang masih terlalu padat, ini ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak;
- Belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional;
- Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum;
- Belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global;
- Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru;
- Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan
- Dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir.
Konsep kurikulum 2013 di SMP Negeri 2 Warungpring
menekankan pada aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian
berbasis test dan portofolio saling melengkapi. Kurikulum baru tersebut akan
diterapkan untuk seluruh lapisan pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar hingga
Sekolah Menengah Atas maupun Kejuruan. Siswa untuk mata pelajaran tahun depan
sudah tidak lagi banyak menghafal, tapi lebih banyak kurikulum berbasis sains,
kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh kepada pers di Kantor
Wapres di Jakarta. Dikatakan Nuh, orientasi pengembangan kurikulum 2013 adalah
tercapainya kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan, dan
pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang holistik dan menyenangkan.
Salah satu arus besar yang menyertai globalisasi adalah homogenisasi
(penyeragaman budaya), di samping neoliberalisasi.
Untuk tingkat SD, katanya, saat ini ada 10 mata pelajaran
yang diajari, yaitu pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, Bahasa
Indonesia, matematika, IPA, IPS, seni budaya dan keterampilan, pendidikan
jasmani olahraga dan kesehatan, serta muatan lokal dan pengembangan diri. Tapi
mulai tahun ajaran 2013/2014 jumlah mata pelajaran akan diringkas menjadi
tujuh, yaitu pendidikan agama, pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, Bahasa
Indonesia, matematika, seni budaya dan prakarya, pendidikan jasmani, olahraga
dan kesehatan, serta Pramuka. Khusus untuk Pramuka adalah mata pelajaran wajib
yang harus ada di mata pelajaran, dan itu diatur dalam undang-undang,” kata
Nuh. Salah satu ciri kurikulum 2013, khususnya untuk SD, adalah bersifat
tematik integratif.
Dalam pendekatan ini mata pelajaran IPA dan IPS sebagai
materi pembahasan pada semua pelajaran, yaitu dua mata pelajaran itu akan
diintegrasikan kedalam semua mata pelajaran. Dikatakan untuk IPA akan menjadi
materi pembahasan pelajaran Bahasa Indonesia dan matematika, sedangkan untuk
IPS akan menjadi pembahasan materi pelajaran Bahasa Indonesia dan Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan. Mendikbud mengatakan, kurikulum 2013 itu
diharapkan bisa diterapkan mulai tahun ajaran baru 2013, tapi sebelumnya akan
diuji publik sekitar November 2012. Masyarakat bisa memberikan masukan atas
setiap elemen kurikulum mulai dari standar kompetensi lulusan, standar isi,
standar proses hingga standar evaluasi. Adanya uji publik ini diharapkan
kurikulum yang terbentuk telah menampung aspirasi masyarakat,” papar Nuh.
2.3.2 Studi Analisis Terhadap
Implementasi Pendidikan Karakter
Dalam Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah
nama baru dari berbagai nama atau istilah yang disandangkan pada kurikulum
sebelum-sebelumnya, istilah baru ini tentunya merupakan upaya pemerhati ahli
terhadap kurikulum untuk kemajuan dan kebutuhan dimasa mendatang. Sebagai
alasan mengapa kurikulum harus berubah adalah, untuk mempersiapkan generasi
sekarang agar mampu menjawab tantangan masa depan Indonesia. Tuntutan masa
depan berubah-ubah, maka kita perlu menyesuaikan kurikulum pendidikan kita.
Mengapa harus berubah? Berangkat dari sebuah pertanyaan ini, maka setidaknya
ada empat poin yang ingin penulis tawarkan pada analisis kurikulum,
sebagai jawaban dari pertanyaan mendasar yang ada dimuka :
a. Kurikulum 2013 harus
perlu berubah untuk mempersiapkan generasi sekarang agar mampu menjawab
tantangan masa depan Indonesia. Tuntutan masa depan berubah, maka kita perlu
menyesuaikan kurikulum pendidikan kita.
b. Substansi
perubahan kurikulum 2013 adalah perubahan pada: Standar Kompetensi Lulusan,
Standar Isi (kompetensi inti dan kompetensi dasar), Standar Proses, dan Standar
Penilaian.
c. Menurut Pak
Wamen Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim Perubahan
kurikulum merupakan keharusan. Kualitas pendidikan Indonesia sudah sangat jauh
tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Perubahan kurikulum ini untuk
mengatasi ketertinggalan Indonesia. Jika penerapan kurikulum ditunda, akan
lebih lama kita mengejar ketertinggalan dari negara lain.
d. Dengan
kurikulum baru diharapkan menghasilkan lulusan dengan kompetensi tinggi dan berpikir
analitis.
Berikut ini sebagai
saran atau keritk kepada perencana atau pemerintah kaitannya dengan kurikulum
2013:
Pertama, Mengapa kompetensi anak-didik kita tertinggal jauh
dari negara-negara lain? Mengapa mereka tidak mampu berpikir analitis? Mungkin
karena metode pembelajaran kita selama ini: ceramah, menghafal, belajar
untuk lulus ujian (termasuk UN). Jadi yang lebih mendesak adalah (a)
memberdayakan para guru untuk mengajar dengan menekankan observasi, analisa,
menalar dan refleksi; (b) memperbaiki sistem evaluasi dalam dunia pendidikan
kita: menghapus pelaksanaan Ujian Nasional.
Kedua, Perlu dibuat riset ilmiah: apakah karena
kualitas guru-guru atau kualitas kurikulum? Jangan-jangan kurikulum sudah bagus
(CBSA, KBK dan KTSP) hanya tidak didukung dengan pemberdayaan guru. Juga setiap
kurikulum itu tidak ada petunjuk teknis pelaksanaannya. Jadi masalah dunia
pendidikan kita bukan membuat kurikulum baru. Tapi menjalankan dengan baik
kurikulum yang sudah ada. Lebih mendesak adalah pemberdayaan guru
(kompetensinya) dan sekaligus kesejahteraannya.
Ketiga, Pemerintah perlu membuat evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum KBK dan KTSP
lebih dulu. Berdasar ini baru kita mengetahui apa yang perlu diubah lebih awal
agar kita dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional. Faktor penentu sukses
belajar anak adalah anak tertarik dan suka/ senang mempelajari sesuatu, itu
adalah metodologi yang mengaktifkan dan membuat kreatif siswa, bukan lamanya
waktu. Indonesia adalah negara di dunia yang jumlah hari belajar efektif atau
jumlah hari siswa ke sekolah per tahun tertinggi di dunia – 220 hari.
2.4 Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah pola atau rencana yang dapat digunakan untuk
mengoperasikan kurikulum. Merancang materi pembelajaran, dan untuk membimbing
belajar dalam setting kelas atau lainnya.
- Menurut Agus Suprijono (2010:46) Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial.
- Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan
informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide. Model
pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
2.5 Bhineka Tunggal Ika
Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika
diungkapkan pertama kali oleh mPu Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit
yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke empatbelas
(1350-1389). Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang
berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, “ yang
artinya “Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada pengabdian yang mendua.” Semboyan
yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan kerajaan
Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya keaneka-ragaman agama yang dipeluk
oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi
mereka tetap satu dalam pengabdian.
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah
pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang diungkap oleh mPu Tantular,
ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik
Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah
tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika
ditetapkan sebagai seboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik
Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai
menjadi satu kata “bhinneka”. Pada perubahan UUD 1945 yang kedua,
Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam
Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36a UUD 1945.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mengacu pada
bahasa Sanskrit, hampir sama dengan semboyan e Pluribus Unum,
semboyan Bangsa Amerika Serikat yang maknanya diversity in unity,
perbedaan dalam kesatuan. Semboyan tersebut terungkap di abad ke XVIII, sekitar
empat abad setelah mpu Tantular mengemukakan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Sangat mungkin tidak ada hubungannya, namun yang jelas konsep keanekaragaman
dalam kesatuan telah diungkap oleh mPu Tantular lebih dahulu.
Jawa Kuna
|
Alih bahasa Indonesia
|
Rwāneka dhātu winuwus Buddha
Wiswa,
|
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang
berbeda.
|
Bhinnêki rakwa ring apan kena
parwanosen,
|
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah
bisa dikenali?
|
Mangka ng Jinatwa kalawan
Śiwatatwa tunggal,
|
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah
tunggal
|
Bhinnêka tunggal ika tan hana
dharma mangrwa.
|
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah
itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
|
Sasanti yang merupakan karya mPu Tantular, yang
diharapkan dijadikan acuan bagi rakyat Majapahit dalam berdharma, oleh bangsa
Indonesia setelah menyatakan kemerdekaannya, dijadikan semboyan dan pegangan bangsa
dalam membawa diri dalam hidup berbangsa dan bernegara. Seperti halnya
Pancasila, istilah Bhinneka Tunggal Ika juga tidak tertera dalam UUD 1945
(asli), namun esensinya terdapat didalamnya , seperti yang dinyatakan :” Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, terdiri
atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan
dari daerah-daerah dan golongan-golongan.”
Selanjutnya dalam Penjelasan UUD 1945
dinyatakan :”Di daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan
daerah, oleh karena di daerahpun pemerintahan akan bersendi atas dasar
permusyawaratan. Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende
landschappen dan voksgemeenschappen. Daerah daerah itu mempunyai susunan
asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat
istimewa.” Maknanya bahwa dalam menyelenggarakan kehidupan kenegaraan
perlu ditampung keanekaragaman atau kemajemukan bangsa dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat,
dan Undang-Undang Dasar Sementera tahun 1950, pasal 3 ayat (3) menentukan
perlunya ditetapkan lambang negara oleh Pemerintah. Sebagai tindak lanjut dari
pasal tersebut terbit Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951 tentang Lambang
Negara.
Baru setelah diadakan perubahan UUD 1945, dalam
pasal 36A menyebutkan :”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika.” Dengan demikian Bhinneka Tunggal Ika
merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa, yang ditetapkan dalam
UUDnya. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara tepat dalam hidup
berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu difahami secara tepat
dan benar untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk mengimplementasikan
secara tepat dan benar pula.
Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat dipisahkan
dari Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dan Dasar Negara Pancasila. Hal ini
sesuai dengan komponen yang terdapat dalam Lambang Negara Indonesia.
Menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951 disebutkan bahwa :
Lambang Negara terdiri atas tiga bagian, yaitu:
- Burung Garuda yang menengok dengan kepalanya lurus ke sebelah kanannya;
- Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan
- Semboyan yang ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Di atas pita tertulis dengan huruf Latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa Kuno yang berbunyi : BHINNEKA TUNGGAL IKA.
Adapun makna Lambang Negara tersebut adalah
sebagaki berikut:
Burung Garuda disamping menggambarkan tenaga
pembangunan yang kokoh dan kuat, juga melambangkan tanggal kemerdekaan bangsa
Indonesia yang digambarkan oleh bulu-bulu yang terdapat pada Burung Garuda
tersebut. Jumlah bulu sayap sebanyak 17 di tiap sayapnya melambangkan tanggal
17, jumlah bulu pada ekor sebanyak 8 melambangkan bulan 8, jumlah bulu
dibawah perisai sebanyak 19, sedang jumlah bulu pada leher sebanyak 45. Dengan
demikian jumlah bulu-bulu burung garuda tersebut melambangkan tanggal hari
kemerdekaan bangsa Indonesia, yakni 17 Agustus 1945.
Sementara itu perisai yang tergantung di leher
garuda menggambarkan Negara Indonesia yang terletak di garis
khalustiwa, dilambangkan dengan garis hitam horizontal yang membagi
perisai, sedang lima segmen menggambarkan sila-sila Pancasila. Ketuhanan
Yang Maha Esa dilambangkan dengan bintang bersudut lima yang
terletak di tengah perisai yang menggambarkan sinar ilahi. Rantai
yang merupakan rangkaian yang tidak terputus dari bulatan dan persegi
menggambarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yang sekaligus
melambangkan monodualistik manusia Indonesia. Kebangsaan dilambangkan
oleh pohon beringin, sebagai tempat berlindung; Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawa–rakatan/perwakilan
dilambangkan dengan banteng yang menggambarkan kekuatan dan
kedaulatan rakyat. Sedang Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
dengan kapas dan padi yang menggambarkan kesejahteraan dan
kemakmuran.
Dari gambaran tersebut, maka untuk dapat
memahami lebih dalam makna Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat dipisahkan dari
pemahaman makna merdeka, dan dasar negara Pancasila. Marilah secara singkat
kita mencoba untuk memberi makna kemerdekaan sesuai dengan kesepakatan bangsa.
Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea pertama
disebutkan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka pejajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.” Memang semula kemerdekaan atau
kebebasan diberi makna bebas dari penjajahan negara asing tetapi ternyata
bahwa kemerdekaan atau kebebasan ini memiliki makna yang lebih luas dan lebih
dalam karena menyangkut harkat dan martabat manusia, yakni berkaitan dengan hak
asasi manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam olah fikir, bebas berkehendak
dan memilih, bebas dari segala macam ketakutan yang merupakan aktualisasi dari
konsep hak asasi manusia yakni mendudukkan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya.
Memasuki era globalisasi kemerdekaan atau
kebe-basan memiliki makna lebih luas, karena dengan globalisasi berkembang
neoliberalisme, neokapitalisme, terjadilah penjajahan dalam bentuk baru.
Terjadilah penjajahan dalam bidang ekonomi, dalam bidang politik, dalam bidang
sosial budaya dan dalam aspek kehidupan yang lain. Dengan kemerdekaan kita
maknai bebas dari berbagai eksploatasi manusia oleh manusia dalam segala
dimensi kehidupan dari manapun, baik dari luar maupun dari dalam negeri
sendiri.
Sementara itu penerapan Bhinneka Tunggal Ika
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus berdasar pada Pancasila yang
telah ditetapkan oleh bangsa Indonesia menjadi dasar negaranya. Dengan demikian
maka penerapan Bhinneka Tunggal Ika harus dijiwai oleh konsep religiositas,
humanitas, nasionalitas, sovereinitas dan sosialitas. Hanya dengan ini maka
Bhinneka Tunggal Ika akan teraktualisasi dengan sepertinya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengembangan Pemahaman
Materi Bhineka Tungal Ika Bedasarkan K13 Untuk SD
Bhinneka Tunggal
Ika adalah sebuah
produk politik kerajaan/negara untuk membangun toleransi kehidupan beragama.
Makalah ini menganalisis dan mendeskripsikan tentang pembelajaran Bhinneka
Tunggal Ika yang terdapat di dalam
buku-buku teks Ilmu Pengetahuan Sosial
Sekolah Dasar (IPS SD).Analisis
menggunakan metode kualitatif interpretif yang menfokuskan pada analisis
isi “narasi-narasi tekstual” di dalam enam buku teks elektronik IPS SD kelas
I-VI
SD/MI yang telah
dinilai dan ditetapkan
kelayakannya oleh BSNP Kemendikbud sebagai
buku pegangan siswa.
Hasil analisis menunjukkan
bahwa buku-buku teks IPS SD telah
melakukan ekstrapolasi konseptual dan
fungsional tentang Bhinneka Tunggal
Ika pada aspek sosial, ekonomi,
budaya, dan seni di dalam
kehidupan personal, keluarga,
sekolah, masyarakat sekitar,
dan negara bangsa. Ia juga mampu mengubahnya dari sebuah doktrin
politik kerajaan/kenegaraan menjadi se buah
doktrin pendidikan; dan
dari konsep ‘ideologis’
untuk kepentingan dan
tujuan politik kerajaan/kenegaraan, menjadi konsep
‘pedagogis’ untuk kepentingan dan tujuan pendidikan kewarganegaraan.
Mengenai materi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di SD dapat
kita ketahui melalui Silabus, sehinga kita lebih mudah untuk menerapkan atau
mengembangkan Materi dengan panduan
silabus Berikut:
Kegiatan
|
Deskripsi Kegiatan
|
Alokasi
Waktu
|
Pendahuluan
|
þ Mengajak
semua siswa berdo’a menurut Agama dan keyakinan masing-masing (untuk mengawali kegiatan
pembelajaran)
þ Melakukan komunikasi tentang kehadiran
siswa
þ Mengajak
berdinamika dengan tepuk kompak
þ Dilanjutkan
dengan bertanya jawab tentang syair lagu, mengapa saling
mengucap salam. Dan apa bedanya di kalau pagi
þ Meminta
informasi dari siswa mengenai kegiatan piket yang telah dilaksanakan pada pagi hari dan bertanya tentang hubungan antara
kebersihan kelas dengan kenyamanan kegiatan pembelajaran.
þ Menginformasikan Tema yang akan dibelajarkan .
|
10 menit
|
Inti
|
þ Mendengarkan
cerita rakyat dari berbagai daerah dan mendiskusikan nilai-nilai positif dari
cerita tersebut
þ Menyanyikan
lagu-lagu daerah nusantara
þ membaca teks percakapan.
þ bertanya jawab/diskusi tentang teknik menyusun
percakapan
þ menentukan
tema percakapan
þ menyusun kalimat percakapan dengan ejaan yang
benar dan santun
þ menulis
teks percakapan
þ Membuat
kuesioner untuk mengumpulkan data tentang suku bangsa / ras, agama, status
sosial, budaya, tradisi atau kegemaran, dll
þ konsep
rangkaian senam ketangkasan (guling depan, sikap melayang, guling belakang,
sikap lilin
|
150 menit
|
|
Penilaian proses:
þ Guru berkeliling mengamati kerjasama
anak dalam mengerjakan tugas.
þ Menilai kerjasamanya, tanggung jawabnya,
kedisiplinannya, ke aktifannya, mendominasi atau tidak dsb)
þ Menilai dengan lembar pengamatan perilaku.
|
|
þ Gambar-gambar
untuk Example non Example
Kelompok gambar kebersihan kelas
·
Gambar kegiatan menyapu kelas
·
Gambar kegiatan membersihkan debu
·
Gambar kegiatan menata buku
·
Membersihkan jendela kelas
Kelompok gambar kebersihan rumah
·
Gambar kegiatan menyapu rumah
·
Gambar kegiatan mengepel lantai
·
Gambar kegiatan menata tempat tidur
·
Gambar kegiatan
membersihkan/menyapu kebun
Kelompok gambar kebersihan lingkungan/kerja bakti
kampung
·
Gambar kegiatan membersihkan selokan
·
Gambar kegiatan
membersihkan sampah di jalanan
·
Gambar kegiatan membuang sampah
·
Gambar kegiatan merawat tanaman peneduh
Keterangan:
Diharapkan diskusi akan berkembang pada
pembahasan kebersihan lingkungan, ruang, kelas, rumah, sekolah akan berdampak
pada kesehatan. Kegiatan membersihkan lingkungan merupakan cerminan dari
kerukunan dan saling membantu, dan bekerjasama. Siswa yang sedang berdiskusi
(berpikir berpasangan) akan berdampak pada kerjasama yang baik, dan hasilnya
merupakan cerminan dari sikap bertanggung jawab.
|
|
|
|
þ Semua
kelompok mengamati, memikirkan dan menganalisis gambar dikaitkan dengan tema
yang sedang dipelajari.
þ Guru
memanggil salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya (mengkomunikasikan
dan konfirmasi),
þ Memberi kesempatan kelompok lain untuk
mendengarkan dan memberikan pendapatnya
|
|
þ Mengajak semua siswa berdiri dan menyanyikan lagu
” Oh Ibu dan Ayah ” untuk mencairkan suasana dan kepenatan
setelah belajar beberapa jam:
·
Guru mengamati sikap
siswa dalam menyanyikan lagu
·
Memberi contoh sikap yang benar dalam menyanyi
·
Menilai siswa dalam menyanyikan lagu: (lafal syair
lagunya, cara menyanyi, sikap menyanyi, semangatnya dsb)
·
Menggunakan format pengamatan
|
|
|
þ Guru
mengajak bertanya jawab tentang makna lagu.
Bahwa salah satu dampak dari rumah yang tidak sehat, adalah banyak
nyamuk, rumah kotor, tidak sehat, mendatangkan penyakit. Dsb
|
|
|
þ Menugaskan siswa untuk bercerita (berdasarkan
gambar) (mengkomunikasikan)
|
|
|
Guru Mengamati cara siswa dalam BERCERITA (penilaian proses)
|
|
|
þ Guru dan
siswa bersama-sama siswa membuat kesimpulan tentang rumah yang bersih dan
sehat
|
|
|
þ Hasil kegiatan dan pekerjaan siswa ditempel di papan
yang
|
|
|
|
þ Dilanjutkan dengan menasehati siswa agar
membiasakan hidup sehat
|
|
Penutup
|
þ Bersama-sama siswa membuat kesimpulan / rangkuman
hasil belajar selama sehari
|
15 menit
|
þ Bertanya
jawab tentang materi yang telah dipelajari (untuk mengetahui hasil
ketercapaian materi)
þ Melakukan
penilaian hasil belajar
|
|
|
þ Mengajak
semua siswa berdo’a menurutAgama dan keyakinan masing-masing (untuk mengawali
kegiatan pembelajaran)
|
|
|
·
Mengamati sikap siswa dalam berdo’a (sikap duduknya,
cara membacanya, cara melafalkannya dsb)
·
Apabila ada siswa yang kurang benar dan kurang
sempurna dalam berdo’a, maka setelah selesai kegiatan berdo’a, langsung
diberi nasehat agar besok kalau berdoa lebih disempurnakan
|
|
3.1.1 Bhinneka Tunggal Ika dalam Model Pembelajaran di Sekolah
Bhineka Tunggal Ika dalam model pembelajaran di
Sekolah lebih mengedepankan nilai-nilai moral dan toleransi. Dalam hal ini nilai-nilai
tersebut sangat penting. Misalinya nilai toleransi yang dapat kita lihat
manfaatnya sebagai berikut :
a. Manfaat
bagi diri sendiri
·
Martabat dan hak asasi setiap manusia dihormati .
·
Kebebasan memilih agama dan untuk beribadah dihargai.
b. Manfaat
bagi kehidupan masyarakat
·
Kerukunan hidup yang selaras, serasi dan seimbang tercipta.
·
Kerjasama dalam masyarakat terbina.
c. Manfaat
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
·
Persatuan dan kesatuan bangsa tercipta.
·
Landasan spiritual, moral dan etika bagi pembangunan nasional diperkuat.
·
Pembangunan dapat berjalan dengan lancar.
Bhineka Tunggal Ika, itulah semboyan bangsa Indonesia yang
merupakan bentuk pernyataan kesatuan bangsa Indonesia atas segala keberagaman
dan perbedaan yang ada. Semboyan yang berarti “Berbeda – beda tetapi tetap satu
jua” tersebut ternyata telah dicetuskan sejak jaman kerajaan Majapahit ratusan
tahun yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk penghargaan dan toleransi
terhadap perbedaan telah ada sejak jaman dahulu. Semboyan ini pula yang
kemudian mengantarkan kerajaan Majapahit menjadi kerajaan dengan wilayah yang
sangat luas mencakup berbagai macam ras dan suku yang ada di wilayah Nusantara.
Dari pengalaman kerajaan Majapahit itulah, para
tokoh peletak dasar negara Indonesia tetap menggunakan semboyan Bhineka Tunggal
Ika sebagai semboyan bangsa Indonesia dengan harapan bahwa bangsa Indonesia
akan terus berjaya diatas perbedaan yang ada. Semboyan tersebut telah menjadi
pengingat penting bagi seluruh bangsa Indonesia bahwa segala bentuk perbedaan
ras, suku, bahasa daerah, perbedaan pemahaman maupun keyakinan bukanlah sebuah
penghalang untuk menjadi kesatuan bangsa yang kuat.
Toleransi dan saling menghargai adalah sikap yang tersirat dalam semboyan
Bhineka Tunggal Ika. Tanpa adanya toleransi dan sikap saling menghargai, bangsa
Indonesia akan menjadi bangsa yang lemah karena setiap orang saling mencela dan
menganggap dirinya paling baik diantara yang lainnya.
Sikap yang menganggap dirinya paling baik inilah yang pada saat
ini sering menjadi pemicu pertikaian ataupun permusuhan yang terjadi di
Indonesia. Sudah sering terdengar berita mengani kerusuhan antar etnis dan suku
karena disebabkan oleh perbedaan pendapat, budaya, ataupun keyakinan. Sebagai
contohnya adalah konflik Sampit antara suku Dayak asli dengan migran Madura
yang telah merenggut nyawa. Tidak hanya itu, pertikaian antar suku di wilayah
Papua juga sering terjadi meskipun mereka telah hidup dalam era modern seperti
sekarang ini.
Tidak hanya lingkup nasional,
dalam lingkungan masyarakat desa timbul permusuhan karena adanya perbedaan
pemahaman dan keyakinan. Sebagai contoh, dalam pernikahan dengan adat jawa
pasti ada serangkaian ritual – ritual atau tata cara pernikahan yang harus
dilakukan. Bagi sesepuh yang telah hidup dengan adat jawa yang sangat kental,
tentu ritual – ritual tersebut harus dilakukan. Akan tetapi, bagi beberapa
orang, seringkali ritual – ritual atau tata cara pernikahan dengan adat jawa
dianggap sebagai bentuk penyelisihan terhadap syariat agama. Kemudian, karena
kurangnya sikap toleransi dan anggapan bahwa keyakinannyalah yang paling baik,
sering terjadi kesalahpahaman saat salah satu pihak berusaha untuk
mengingatkan. Kesalahpahaman inilah yang kemudian sering berujung pada
pertikaian.
Pertikaian tersebut
tidak akan terjadi jika saja ada sikap toleransi dan saling menghargai di dalam
jiwa masyarakat. Pertikaian atau kesalahpahaman seperti contoh diatas juga
dapat terjadi karena ketidakpahaman seseorang mengenai maksud atau pesan yang
tersirat dalam ritual kebudayaan atau adat istiadat. Sehingga, ketika orang
tersebut mengingatkan, yang disampaikan adalah dari sudut pandang dirinya saja
yang menganggap bahwa adat istiadat tersebut salah. Akan tetapi, bagi pihak
sesepuh atau orang – orang yang menjunjung tinggi adat istiadat, apa yang
mereka lakukan merupakan suatu hal yang benar.
Oleh karena itu, pendidikan kebudayaan sangat diperlukan untuk
dapat memupuk sikap toleransi dan saling menghargai diantara masyarakat.
Terlebih lagi, pendidikan kebudayaan akan lebih efektif untuk menanamkan sikap
toleransi dan saling menghargai ketika dilaksanakan sejak kecil. Salah satu
cara pelaksanaan pendidikan kebudayaan yang efektif adalah melalui pendidikan
di lingkungan sekolah, terutama di sekolah dasar. Sistem pendidikan sekolah
yang tersistem akan membantu kelancaraan pendidikan kebudayaan. Pendidikan
kebudayaan dapat diberikan melalui mata pelajaran tersendiri maupun dapat
disisipkan dalam mata pelajaran yang lain.
Pendidikan kebudayaan melalui mata pelajaran tersendiri dapat
dilaksanakan melalui muatan lokal Seni Budaya dan Kesenian atau sering
disingkat dengan SBK. Dari namanya, sudah terlihat bahwa muatan lokal ini
berisi pelajaran mengenai budaya dan seni yang disertai dengan ketrampilan
untuk para siswa. Dengan mata pelajaran yang waktunya sudah dialokasikan
tersendiri guru dapat memberikan pengetahuan mengenai kebudayaan baik dari segi
sejarah, pesan yang tersirat di dalam kebudayaan itu maupun pengetahuan mengenai
tata cara pelaksanaannya secara maksimal. Dengan bekal pengetahuan budaya
inilah diharapkan akan terpupuk rasa cinta terhadap budaya di dalam diri para
siswa, sehingga rasa cinta tersebut akan mendorong siswa untuk selalu
menjunjung toleransi dan saling menghargai keberagaman maupun perbedaan budaya
yang ada di sekitarnya. Tidak akan ada lagi perasaan ‘paling baik’ atau ‘paling
benar’, yang ada hanyalah rasa saling memiliki antar budaya.
Dengan penanaman
toleransi dan sikap menghargai sejak dini, diharapkan kelak siswa dapat membawa
sikap tersebut sampai dewasa nanti. Sehingga tidak akan ada lagi berita
mengenai pertikaian ataupun kerusuhan yang terjadi di Indonesia.
3.2 Penggunaan Metode CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and
Composition)
Pembelajaran
CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish. Pembelajaran
kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu
model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara
menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang
penting.
Pada
metode CIRC siswa akan dituntut untuk mencari bahan bacaan yang
sesuai dengan bahasan pelajarannya. Bahan bacaan pun boleh dari mana saja,
seperti keliping, cerita bergambar, ataupun bacaan-bacaan lainnya. Guru memang
belum pernah menerapkan diskusi mengenai hal-hal atau materi selain dari buku
pelajaran, seperti keliping dan cerita bergambar. Tetapi jika materi dari buku
pelajaran selain buku pegangan siswa, guru sudah pernah melaksanakannya.
Cara untuk
menentukan anggota kelompok adalah sebagai berikut :
a. Menentukan
peringkat siswa
Dengan cara mencari
informasi tentang skor rata-rata nilai siswa pada tes sebelumnya atau nilai
raport. Kemudian diurutkan dengan cara menyusun peringkat dari yang
berkemampuan akademik tinggi sampai terendah.
b. Menentukan
jumlah kelompok
Jumlah kelompok
ditentukan dengan memperhatikan banyak anggota setiap kelompok dan jumlah siswa
yang ada di kelas tersebut.
c.
Penyusunan anggota kelompok
Pengelompokkan
ditentukan atas dasar susunan peringkat siswa yang telah dibuat. Setiap
kelompok diusahakan beranggotakan siswa-siswa yang mempunyai kemampuan beragam,
sehingga mempunyai kemampuan rata-rata yang seimbang.
Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran
terpadu setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota
kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan
menyelesaikan tugas (task), sehingga terbentuk pemahaman dan pengalaman belajar
yang lama. Model pembelajaran ini terus mengalami perkembangan mulai dari
tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga sekolah menengah. Proses pembelajaran ini
mendidik siswa berinteraksi sosial dengan lingkungan.
Langkah-Langkah
Suprijono ( 2009:130) menyebutkan,
langkah-langkah di dalam pembelajaran CIRC adalah sebagai berikut :
- Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara hiterogen
- Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran
- Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana dan ditulis pada lembar kertas
- Siswa mempresentasikan atau membacakan hasil kelompok
- Guru membuat kesimpulan bersama
Hasil belajar
Menurut Hamalik (2003:31) “hasil belajar adalah
pola perbuatan, nilai, pengertian, sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan
dari adanya proses belajar”. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya .Hasil belajar
merupakan bukti dari adanya perubahan tingkah laku siswa setelah menerima
pelajaran dari guru. Hamalik (2003:183) “perbedaan hasil belajar di kalangan
para siswa disebabkan oleh berbagai alternatif faktor-faktor, antara lain :
- Faktor kematangan akibat kemajuan umur kronologis
- Latar belakang masing-masing
- Sikap
- Bakat atas suatu bidang pelajaran yang diberikan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cara
mengembangkan pemahan siswa mengenai nilai-nilai dalam Bhineka Tunggal Ika
kepada siswa Sekolah Dasar dapat
dilakukan dengan metode CIRC
(Cooperative, Integrated, Reading, and Composition), dengan beberapa langkah sebagai berikut:
- Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara hiterogen
- Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran
- Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana dan ditulis pada lembar kertas
- Siswa mempresentasikan atau membacakan hasil kelompok
- Guru membuat kesimpulan bersama
4.2 Daftar
Pustaka
Artikel non personal, 10 Februari 2013., Bhinneka
Tunggal IKa, Wikipedia Bahasa Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Bhinneka_Tunggal_Ika,
diakses 15 November 2015.
Artikel non personal, 13 Maret 2010, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara (LPPKB), https://lppkb.wordpress.com/2011/06/22/empat-pilar-kehidupan-berbangsa-dan-bernegara/, diakses 15 November 2015.
…., …., …., http://mandrivea.blogspot.co.id/2014/07/download-lengkap-rpp-kurikulum-2013-sd.html Diakses 23 November 2015 22:49 WIB
…., …., …., http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/pgsdsolo/article/view/128/ 23 November 2015 22:49 WIB
…., …., …., http://www.slideshare.net/ettoadvenagnr/makalah-metode-pembelajaran-pkn-sd/ Diakses 25 November 2015 09:21 WIB
…., …., ….,
http://www.seputarpengetahuan.com/2015/02/15-pengertian-pendidikan-menurut-para.html Diakses 25 November 2015 09:21 WIB
Solihin Akhmad, 2014, Bhineka
Tunggal Ika, 14.30. http://visiuniversal.blogspot.co.id/2014/09/pengertian-bhineka-tunggal-ika.html
Diakses 15 November 2015 23:12 WIB
Akhmad Sudrajat, 2006, Landasan Pendidikan, http://www.akhmadsudrajat.wordpress.com Diakses 25 November 2015 09:29 WIB
0 komentar:
Posting Komentar